Terapi Pernapasan, Cara Alternatif Sembuhkan Penyakit ( kajian Ilmiah )

Saat pengobatan medis tidak lagi mempan untuk melawan penyakit, orang biasanya beralih pada pengobatan alternatif, mulai dari akupuntur, pijat refleksi, mengonsumsi berbagai jenis ramuan dari sinshe, hingga mengandalkan kekuatan doa dan sentuhan paranormal.
Dari banyak jenis terapi, pernapasan adalah salah satu terapi yang diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit – dari sesak napas hingga kanker – lewat kemampuannya memperlancar peredaran darah.

Lilik Hendrajaya, Deputi Perkembangan Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), tidak sedang iseng saat menyuruh para peserta seminar ”Pengobatan Tradisional” untuk membuat bandul dari benang yang dibagikan oleh panitia di Gedung BPPT (Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi) Jakarta.
Ia meminta para peserta mengikatkan pensil, kunci atau benda apa pun ke benang tersebut dan ”menyuruh” benda tersebut bergerak menurut perintah pikiran kita. Saat wartawan SH menyuruh benda tersebut bergerak ”maju-mundur” dan kemudian beralih ”kiri-kanan”, benda tersebut benar-benar bergerak mengikuti instruksi pikiran.

Ajaib? Tidak juga. Hampir seluruh peserta dalam ruangan tersebut bisa melakukan hal yang sama. Menurut Lilik, ”keajaiban” itu merupakan dampak dari kekuatan pikiran atau kekuatan yang menggerakkan sensor motorik manusia. ”Kekuatan ini dapat bermanfaat untuk membuat metabolisme tubuh berfungsi baik,” ujar Lilik yang pernah menjabat sebagai rektor Institut Teknologi Bandung (ITB).

Kekuatan pikiran ini, menurut Lilik, adalah salah satu terapi penyembuh alternatif yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Dan terapi ini kerap efektif dipakai oleh sejumlah orang untuk menyembuhkan penyakit orang lain. ”Tubuh adalah medan magnetik,” urai Lilik. Sehingga energi yang digerakkan oleh kekuatan pikiran ini bisa ditangkap oleh tubuh yang memiliki pancaran medan magnet.
Tidak tanggung-tanggung, untuk memperkuat penjelasan ini, Lilik mengurai detail teori fisika tentang spektrum elektromagnetik. Ia mengatakan bahwa bagian tubuh manusia yang dapat menghasilkan medan magnet secara signifikan adalah darah, khususnya hemoglobin (butir darah merah). Ini adalah senyawa organik berupa rantai protein panjang yang mengandung atom besi (Fe) yang tersimpan dalam struktur datar dan dapat mengikat oksigen udara dari paru-paru. Dan hemoglobinlah, yang mempunyai sifat magnetik elementer, artinya mengandung kutub utara maupun selatan dari medan magnet.

Menurut Lilik, terapi pernapasan dapat menjadi solusi penyembuh beragam penyakit akibat fenomena hemoglobin ini. Saat kita menahan napas, maka oksigen di dalam paru-paru makin lama makin berkurang karena diambil oleh atom besi dari darah. Ini membuat hemoglobin – dalam istilah Lilik – berbaris antre sehingga dapat mengambil oksigen secara teratur dan tepat. Bentuk barisan inilah yang membuat benda asing yang masuk mudah terdeteksi. Jika benda tersebut organisme maka akan diserang oleh darah putih, sedangkan jika benda tersebut anorganik maka akan dioksidasi oleh oksigen yang ada dalam darah. Semua ini terjadi jika kita rutin melakukan pernapasan. Dengan menghirup napas dan mengeluarkannya pelahan.
Sementara jika kita melakukan pernapasan biasa, maka arah molekul struktur darah akan acak dan menyulitkan identifikasi benda asing yang masuk ke tubuh.

 Latihan pernapasan teratur, menurut Lilik, akan menguatkan medan magnet dan tenaganya. Kekuatan medan magnet inilah yang kemudian dijadikan media pengobatan terapi seperti Prana. ”Syaratnya, antara sumber dan penerima harus terjadi tuning,” jelas Lilik. Tuning merupakan kondisi pencocokan antarsumber. Dalam aktivitas ini terjadi pengarahan spin elektron (magnetik) dari penerima searah dengan medan sumber (induksi). Karena proses aliran ini maka masing-masing sumber dan responden akan mengalami sesuatu. Ini yang kemudian dipakai sebagai metode penyembuhan berbagai penyembuhan.
Menurut Lilik, sejumlah penyakit yang berhasil disembuhkan dengan metode prana adalah sesak napas, radang tenggorokan, kelebihan asam lambung, tumor dan kanker, lumpuh, gagal ginjal, penyakit indung telur, sakit di simpul saraf tulang belakang, dan sebagainya.

Uji Klinis
Dalam kategori pengobatan tradisional, menurut definisi Departemen Kesehatan, prana dimasukkan dalam jenis terapi supranatural. Uniknya, Lilik dapat menjelaskan sisi ilmiah dari pengobatan tersebut. Sementara jenis pengobatan tradisional lainnya adalah terapi berdasarkan keterampilan (akupuntur, pijat refleksi, dan sebagainya), ramuan (gurah, ular kobra, obat dari tabib atau sinshe), agama, dan supranatural (prana, paranormal, rieky, dan lain-lain).
Menurut Sumarjati Arjoso, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan, pihaknya mengategorikan pengobatan tradisional berdasarkan empat kategori di atas. Dan berdasarkan kategori tersebut, Depkes mencatat setidaknya ada 283.000 jenis obat tradisional di Indonesia dan terdapat 30 jenis cara pengobatan tradisional.
Dari jumlah tersebut, Sumarjati mengatakan tidak semua obat tradisional tersebut dikenai wajib daftar. ”Jamu gendong atau jamu empirik tidak harus mendaftar,” ujar Sumarjati dalam kesempatan sama.
Namun Sumarjati menyebutkan bahwa mulai tahun 2004, Depkes dan BPOM kemungkinan akan bekerjasama untuk melakukan uji klinis bagi jenis obat-obat tradisional. ”Ini akan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan untuk mengeluarkan perizinan dan sebagainya.”
Sumarjati juga menyebutkan bahwa diperlukan standarisasi bibit untuk industri jamu untuk meyakinkan publik bahwa jamu tersebut sehat untuk dikonsumsi.
Sementara untuk jenis terapi seperti prana, Sumarjati mengatakan tidak perlu ”dicurigai” karena tidak ada piranti yang digunakan atau dikonsumsi untuk teknik penyembuhan penyakit. Jadi, jika Anda menempuh terapi prana saat ini, silakan meneruskan. (san)
Sumber: sinarharapan.co.id